SEJARAH ASAL MUASAL DESA CIBOGOR
Awal cerita bermula di
daerah wilayah pesisir pantai samudera Hindia, ada sebuah kerajaan bernama Pulo Emas. Di Pulo Emas pada tahun 1421
M di pimpin seorang raja bernama ki Ageng Jala Raswan bersama sang permaisurinya
bernama Dewi Ratna Sukewi dan memiliki seorang putri bernama Dewi Lohbaya, yang pada saat itu
kedatangan seorang pemuda dari Mesir yang tersesat di wilayah tersebut yang
bernama Raden Hidayat Sarif, yang
akhirnya di nikahkan dengan putri Dewi lohbaya, setahun kemudian mereka
dikaruniai seorang putra yang di beri nama Raden
Sancang Komara. Setelah Raden
Sancang Komara menginjak usia 18 tahun, tersiar berita bahwa di sebuah kerajaan
di seberang sungai Cimanuk yang
bernama Kerajaan Wanayasa Jatiwangi yang
di Rajai oleh Prabu Tirtayasa mempunyai seorang putri yang
sangat cantik jelita yang bernama Nyimas
Ratu Ayu Runday Kasih, tergerak hatinya dengan rasa penasaran yang amat
sangat ingin menjadikanya sebagai seorang isteri atau permaisurinya. Hingga
keinginan tersebut di utarakan kepada sang raja yang merupakan kakeknya sendiri
Ki Ageng Jala Raswan, mendengar hal tersebut, bukannya gembira malah Ki Ageng
Jala Raswan Menjadi murka dan tidak setuju dengan keinginan cucunya tersebut,
karena kerajaan itu berada di seberang sungai Cimanuk yang merupakan pantangan
atau tabu untuk di lewati. Tetapi Raden Sancang Komara tidak mendengar dan
menuruti kemauan sang kakek dan akhirnya terjadi pertengkaran dengan sang kakek
hingga terjadi pertumpahan darah, pada saat itu Raden Sancang Komara memiliki
sebuah pusaka sakti berupa sarung keris atau warangka keris Duruwiksa, di
pukulah sang kakek denga pusaka tersebut hingga mengakibatkan jatuh tak berdaya
dan akhirnya meninggal, namun sebelum meninggal Ki ageng Jala Raswan sempat
mengutuk cucunya tersebut dengan kata-kata bahwa Raden Sancang Komara Boleh
pergi ke kerajaan Wanayasa asal jangan Sindang
(mampir), dan apabila Sindang maka akan Ngaranca
Bolang (durhaka) dan mati mejadi seekor Buaya Putih bernama Si Gandaru, tetapi sama sekali tidak di
hiraukan oleh Raden Sancang Komara.
Kemudian Raden Sancang
Komara pergi kearah selatan menuju
kerajaan Wanayasa Jatiwangi, dalam perjalananya sampailah ditepian
sungai Cimanuk, ketika akan menyebrang sungai dia bertemu dengan Patih Wilagora yang mengejar untuk menghalangi
maksud dan tujuan Raden Sancang Komara, terjadilah pertarungan yang sengit
diantara keduanya, karena Raden Sancang Komara masih memiliki pusaka warangka
keris Duruwiksa, patih Wilagora pun
kalah tarung dan akhirnya menjadi pengikut Raden Sancang Komara dalam
perjalanannya.
Tahun 1442 M Raden
Sancang Komara bersama Patih Wilagora entang-entangan (berlayar) di sungai
Cimanuk yang pada akhirnya daerah tersebut dinamakan Rentang, sampailah mereka berdua di sebrang sungai Cimanuk karena kelelahan merekapun nyindang
(berhenti mampir) untuk istirahat dan tempat tersebut sekarang dinamakan Pasindangan, dan karena sindang Raden
Sancang Komara telah memenuhi kutukan kakeknya yaitu ngaranca bolang (durhaka)
yang kemudian menjadi nama daerah di
sebelah utara Pasindangan yang bernama Ranca
Bolang. Setelah beristirahat perjalanpun dilanjutkan kearah timur hingga
pada tahun 1445 M sampailah di hutan belantara yang banyak pohon aren (kawung)
yang disebut Tegal Jajar Panawungan
yang di sana sudah ada sebuah pertapaan (padepokan) yang di pimpin oleh seorang
pertapa yang bernama Ki Ajar Puad
dengan isterinya bernama Dewi Ratna
Panalis yang merupakan keturunan kerajaan Wanayasa jatiwangi, karena daerah itupun merupakan wilayah
kekuasaan kerajaan Wanayasa Jatiwangi, Ki Ajar Puad memilki seorang anak
perempuan yang bernama Nyimas Dewi Ratna
Ayu Kaputihan yang mulai menginjak usia dewasa. Pada saat itu Raden Sancang
Komara Ingin memperdalam ilmunyadan berkenan menjadi murid ki Ajar Puad,
setelah Raden Sancang Komara
memperkenalkan dirinya bahwa berasal dari keturunan kerajaan Pulo Emas yang
merupakan putra dari Raden Hidayat Sarif, selama kurun waktu 2 tahun Nyimas
Dewi Ratna Ayu Kaputihan merasa tertarik hati oleh ketampanan dan kegagahan
Raden Sancang Komaradan mengharapkan untuk dijadikan suaminya. Akhirnya dengan
berat hati untuk membalas budi baik Ki Ajar Puad pada tahun 1447 M Raden Sancang
Komara bersedia menikah dengan Nyi mas Dewi Ratna Ayu Kaputihan, walaupun dalam
hatinya hanya mencintai puteri Nyimas Ratu Ayu Runday Kasih Putri kerajaan
Wanayasa Jatiwangi, karena tidak mencintai Nyi mas Dewi Ratna Ayu Kaputihan
hingga Rumah Tangganya Tidak Harmonis dan tidak mau tidur bersama, hingga Nyimas
Dewi Ratna Ayu Kaputihan merasa terhina dan di lecehkan, dan terjadilah
pertengkaran dan perkelahian, Dewi Ratna Ayu menggenggam sebuah Pusaka sakti
keris Duruwiksa sedang Raden Sancang
Komara bersenjatakan Warangkanya (sarung Keris), akhirnya kalahlah Raden
Sancang Komara oleh Isterinya. Melihat Raden Sancang Komara jatuh tak berdaya
kalah tarung oleh isterinya, Patih Wilagora segera menghampirinya dan
menasehatinya untuk membuat sebuah tipu daya agar berpura-pura mau melayani
isterinya dengan baik, dengan tujuan mengambil pusaka keris Duruwiksa yang
dimiliki isterinya, setelah dirayu sedemikian rupa akhirnya hati sang isteripun
luluh, dan mau kembali menerima Raden Sancang Komara sebagai suaminya lagi,
selang beberapa waktu setelah merasa yakin akan kesetiaan suaminya, dan Raden
Sancang Komara meminta pusaka keris Duruwiksa, di berikanlah pusaka tersebut
oleh Nyimas Dewi Ratna Kaputihan kepada suaminya Raden Sancang Komara. Setelah
Pusaka Keris Duruwiksa berada dalam genggamannya Raden Sancang Komara berniat
membunuh Nyimas Dewi Ratna Ayu Kaputihan dan di ayunkanlah pusaka keris
Duruwiksa tersebut ke tubuh Dewi Ratna Ayu Kaputihan, namun sebelum mengenai
tubuh Dewi Ratna Ayu Kaputihan tiba-tiba
Dewi Ratna Ayu Kaputihan menghilang tanpa bekas. Karena merasa tidak berhasil
membunuh isterinya raden Sancang Komara murka dan mengamuk mengayun kan
senjatanya membabi buta. Pada saat itu seluruh isi pertapaan menghilang
termasukki Ajar Puad dan Isterinya bersama seluruh anak muridnya yang lain, dan
tempat itu menjadi gelap gulita, sementara Raden Sancang Komara terus Mengamuk
membabat seluruh isi hutan kawung dan keris tersebut mengenai pohon-pohon
kawung yang sedang berbunga, merasa senjatanya yang di ayunkan dalam keadaan
gelap mengenai sesuatu yang di sangkanya mengenai tubuh isterinya Nyimas Dewi
Ratna Ayu Kaputihan, ternyata ketika tangannya meraba air yang keluar dari
pohon kawung (bogor) dia pun berkata “aku salah, kukira darah nyimas Dewi ratna
Ayu Kaputihan rupanya cuma CAI BOGOR
(cai Kawung)”, yang di kemudian hari daerah tersebut dinamakan “CIBOGOR”,
Pada saat itu terdengar suara Nyimas Dewi Ratna Ayu Kaputihan yang mengutuk Raden Sancang Komara yang tidak
tahu Terima kasih bahwa pada saat nanti terjadi peperangan dengan kesatria dari
kerajaan Giri Lawungan (Majalengka)
maka akan kalah dan menjadi seekor buaya putih Sigandaru. Raden Sancang Komara
Kembali tidak menghiraukan kutukan dari
Nyimas Dewi Ratna Ayu Kaputihan dan melanjutkan perjalanannya menuju kerajaan
Wanayasa Jatiwangi.
Tahun 1501 M Raden
Sancang Komara sampai di kerajaan Wanayasa Jatiwangi, dan mengemukakan
keinginannya di hadapan sang raja Prabu
Tirta yasa untuk menikahi puterinya Nyimas Ratu Ayu Runday Kasih, tetapi
keinginan Raden sancang Komara mendapat penolakan dari sang raja Prabu
Tirtayasa dan putrinya karena Nyimas Ratu Ayu
Runday Kasih telah di pinang oleh Raden
Wira Denta dari Giri Lawungan. Karena maksudnya tidak kesampaian maka Raden
Sancang Komara marah dan menantang bertarung, terjadilah pertarungan sengit
dengan senopati dari kerajaan Wanayasa yang bernama Lontarjaya, akhir dari pertarungan sengit itu Raden Sancang Komara kalah dan dilemparkan jauh kemudian jatuh di Alas Kumbang dan berjumpalah dengan Raden Wira Denta yang tidak lain calon
suami Nyimas Ratu Ayu Runday Kasih maka terjadilah pertarungan kembali antara
keduanya, Raden Sancang Komara yang masih dalam keadaan lemah tidak dapat menandingi
kesaktian Raden Wira Denta dan pada saat itu pula kutukan Nyimas Dewi Ratna Ayu
Kaputihan menjadi kenyataan. dia dilemparkan oleh Raden Wira Denta ke sungai
Cimanuk dan berubah wujud menjadi seekor buaya putih bernama Sigandaru, dan
pada saat itu pula Nyimas Dewi Ratna Ayu Kaputihan kembali menampakan dirinya
dan pulang menuju tempatnya di Tegal Jajar
Panawungan yang sudah rata dengan tanah akibat amukan Raden Sancang Komara,
yang kemudian dinamai “CIBOGOR” oleh
Nyimas Dewi Ratna ayu Kaputihan mengambil nama air yang keluar dari tangkai bunga kawung (CAI BOGOR) dan karena kecewa
dengan pernikahannya yang terdahulu diapun tidak mau menikah lagi sampai akhir
hayatnya, beliau pun meninggal dikubur di dekat sebuah kali bernama kali cipari
dan makamnya di beri nama makam buyut “MUNGKAR”
yang artinya mungkur atau menyingkir dari keramaian, karena seharusnya
beliau hidup dan tinggal di kerajaan Wanayasa Jatiwangi tetapi lebih memilih
tinggal, mati dan di kuburkan di tempat sepi perkampungan baru yang beliau
berinama sendiri dengan nama “CIBOGOR”, dan
juga beliau bermaksud menghindar dari berperang dengan kerajaan Sumedang Larang.
Adapun setelah Nyimas
Dewi Ratna ayu Kaputihan pulang ke Tegal Jajar Panawungan (Cibogor), Prabu
Tirtayasa mengutus beberapa utusan untuk meminta Nyimas Dewi Ratna Ayu
Kaputihan kembali ke kerajaan Wanayasa Jatiwangi, namun di tolak secara halus
oleh Nyimas Dewi Ratna Ayu Kaputihan Dengan memilih untuk tetap tinggal
dan menetap di Cibogor, mengetahui ajakannya di tolak secara halus Prabu Tirtayasa menyuruh utusannya untuk
menemani Nyimas Dewi Ratna Ayu Kaputihan tinggal di cibogor, bertujuan juga
untuk menghalangi dari pengaruh kerajaan
Sumedang Larang yang pada saat itu
tengah berperang denga kerajaan Giri Lawungan (Majalengka) . Pada tahun 1821 M jumlah penduduk Di
Cibogor sudah mengalami peningkatan
sehingga sudah dirasakan perlu di buat menjadi sebuah desa dengan demikian
perlu mengangkat seorang pemimpin maka dipilihlah tetua adat (Kasepuhan) bernama Bapak Nuri untuk menjadi kuwu pertama didesa
Cibogor sebagai pemimpinnya sampai pada tahun 1843 M.Diteruskan oleh Bapak BARUNG dari tahun 1843-1862.Diteruskan
oleh Bapak TANEK dari tahun
1862-1880.Diteruskan oleh Bapak ANDRES
dari tahun 1880-1897. Diteruskan oleh Bapak KESTI dari tahun 1897-1915. Diteruskan oleh Bapak SUTADIPRADJA dari tahun
1915-1918.Diteruskan oleh Bapak HARUN
KARYAPRADJA dari tahun 1918-1940.Diteruskan oleh Bapak OMO K NATASASMITA dari tahun 1940-1965. Diteruskan oleh Bapak M.TARDJI dari tahun
1965-1984.Diteruskan oleh Bapak SYAMSI dari
tahun 1984-1988 sebagai Pejabat Kepala Desa. Diteruskan oleh Bapak UHA SUHARI dari tahun 1988-1998.Diteruskan
oleh Bapak SUSILO SISWOYO dari tahun
1998-2008.
Dan sekarang dipimpin oleh Bapak RAEDI dari tahun 2008 sampai sekarang dengan dibantu oleh Perangkat Desa ,antara lain : Bapak TAHIM SUTARYA sebagai SekDes,Bapak WARTOYO sebagai Kaur Pemerintahan, Bapak KARYA sebagai Kaur Keuangan,Bapak CASWIN sebagai Kaur EkBang,Bapak JOJO JOHARI sebagai Kaur Umum,Bapak RAHMAT sebagai Kaur Kesra dan Bapak ENDI SONJAYA sebagai Kadus.
Dan sekarang dipimpin oleh Bapak RAEDI dari tahun 2008 sampai sekarang dengan dibantu oleh Perangkat Desa ,antara lain : Bapak TAHIM SUTARYA sebagai SekDes,Bapak WARTOYO sebagai Kaur Pemerintahan, Bapak KARYA sebagai Kaur Keuangan,Bapak CASWIN sebagai Kaur EkBang,Bapak JOJO JOHARI sebagai Kaur Umum,Bapak RAHMAT sebagai Kaur Kesra dan Bapak ENDI SONJAYA sebagai Kadus.
Itulah
sepenggal cerita sejarah asal muasal desa cibogor, yang di ambil dari beberapa
cerita nara sumber yang bisa di percaya, di antaranya bapak Epon sesepuh Cibogor jaman dulu, bapak raksabumi Warpan yang langsung melihat ceritanya dari sejarah jatiwangi
berdasarkan KITAB BUKU LONTARJAYA yang
ada di BUK [kotak pusaka] Desa Jatiwangi,
dan masih banyak lagi. Semoga sejarah ini bisa memperkaya pengetahuan kita tentang desa kita dan
menimbulkan rasa cinta terhadap tanah air.
kampung saya. kangen mau ke Cibogor lagi.
BalasHapusteh tau makam nya buyut mungkar ga? alamat lengkapnya dimana ya?
Hapus19 tahun baru tau asal usul cibogor ����
BalasHapusmau tanya gan makam buyut mungkar atau Nyimas Dewi Ratna Ayu Kaputihan itu dimana ya? please reply..
BalasHapusDi Desa Cibogor, pinggir kali Cipari.
HapusBuyut mungkar alamatnya di Blok Sabtu RT/RW : 002/001 Desa Cibogor Kecamatan Ligung Kabupaten Majalengka
BalasHapusBuyut mungkar adalah salah satu situs sejarah di Desa Cibogor, selain itu ada juga Buyut Warti yang juga merupakan silsilah keturunan dari talaga Majalengka
BalasHapusKlo buyut bodeh sama ranteg silsilahnya gmna om?
BalasHapusRaksabumi warpan atau Arpan yah
BalasHapusT nyaho
Hapus